PLURALITAS DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI INTEGRASI[1]
Pendahuluan
Pluralitas adalah suatu fakta dan realitas yang tak terbantahkan dalam alam semesta pada umumnya dan dalam kehidupan umat manusia pada khususnya. Bahkan sejarah perkembangan peradaban manusia yang sedemikian pesat dan modernnya sekarang ini tidak lain dari keberhasilan manusia mengelola dan me-manage pluralitas: fakta dan realitas tersebut. Fakta dan realitas yang dimaksud dalam tulisan ini menunjuk bukan saja pada peristiwa dan kejadian yang terjadi dalam kehidupan dan dialami manusia tetapi semua hal yang secara material dan phisik merupakan kenyataan yang alamiah, ada dan terjadi di tengah alam semesta pada umumnya dan yang terkait dengan kehidupan umat manusia.
Karena itu jika pada akhir-akhir ini ada pihak-pihak yang mempersoalkan pluralitas
dan lebih dari itu, tidak memahami apalagi mengabaikan dan menyangkal apa itu pluralitas dan maknanya bagi alam semesta pada umumnya dan bagi kehidupan manusia pada khususnya, maka tema Jurnal Edisi No. 9 ini sangat tepat. Dikatakan tepat, karena pengabaian dan penyangkalan pluralitas berarti pengabaian dan penyangkalan hidup itu sendiri dan pengabaian dan penyangkalan proses alamiah dan proses perkembangan sejarah pearadaban manusia sampai sekarang ini. Dengan demikian tulisan ini, meskipun kecil dan sederhana, menjadi bagian dari pemahaman pluralitas dan maknanya dari perpektif Teologi Intergrasi. Dalam uraian selanjutnya , meskipun tidak secara ketat, penulis mengikuti langkah-langkah pembahasan, sebagaimana dimaksud dalam Teologia Integrasi, yang dimuat dalam: Seberkas Cahaya di Ufuk Timur: Pemikiran Teologi dari Makassar.[2]
Masalah Pluralitas
Secara alamiah pluralitas: fakta dan realitas terjadi dan berkembang dalam keutuhan dan harmoni hukum alam. Semua unsur alam, material, benda alam, makhluk hidup flora dan fauna bahkan makhluk hidup manusia berada dan hidup dalam keutuhan dan harmoni alam. Masing-masing hadir dan ada sesuai dengan potensi yang dimiliki; masing-masing berjalan dan menjalankan fungsi-peran sesuai dengan kodrat alamiahnya. Ada yang memberi sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan ada yang menerima sesuai dengan kebutuhannya. Dengan masing-masing memberi sesuai dengan potensinya dan menerima sesuai dengan kebutuhannya, maka hidup berlangsung bahkan berkembang. Ada dialektika hidup antara satu fakta dengan fakta yang lainnya, ada dinamika yang dialektis antara satu realitas dengan realitas yang lainnya, yang sekaligus menjadi ciri kehidupan dan yang bagi manusia, kemudian berkembang menjadi peradaban.
Permasalahan muncul, ketika suatu benda alam, makhluk hidup: flora dan fauna ataupun manusia memberi tidak sesuai, baik kurang maupun lebih dari potensinya dan menerima tidak sesuai dengan kebutuhannya baik itu kurang maupun lebih. Memang, terlebih bagi mahkluk hidup, ada kemampuan masing-masing untuk mentoleransi baik kekurangan maupun kelebihan. Terlebih lagi bagi manusia, karena potensi baik akal maupun phisik, manusia mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam mentolerasi kekurangan dan kelebihan dimaksud.
Masalah lingkungan hidup dan hak asasi manusia yang akhir-akhir ini menjadi isu baik internasional maupun nasional, dapat dilihat sebagai masalah tidak terpeliharanya pluralitas. Betapa tidak? Fakta dan realitas tersedianya benda alam, makhluk hidup flora dan fauna tidak seimbang lagi dengan kebutuhan hidup manusia. Benda alam, flora dan fauna dan manusia tidak lagi dalam harmoni yang saling mendukung berlangsung dan berkembangnya kehidupan di atas planet bumi ini. Potensi benda alam, flora dan fauna tidak seimbang dengan kebutuhan hidup manusia; manusia menerima lebih dar kebutuhan hidupnya, manusia mengambil potensi benda alam, flora dan fauna melebihi potensi yang dikandung masing-masing.
Hak asasi manusia pun terjadi karena tidak adanya kesimbangan dan keharmonisan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Pengabaian dan apalagi penyangkalan hak-hak seorang anak manusia atau anak bangsa oleh anak manusia atau anak bangsa lainnya, termasuk penyeragaman dalam bentuk apapun yang terkait dengan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dab bernegara, menjadi masalah pluralitas. Mengapa demikian? Ya, karena hal itu bukan saja menyangkal pluralitas: fakta dan realitas yang alamiah mendukung berlangsungnya dan berkembangannya kehidupan dan sejarah peradaban, tetapi juga bertentangan dengan kehendak Tuhan Allah, Sang Pencipta alam semesta, makhluk hidup dan manusia.
Realitas alamiah dan objektif
Pluralitas adalah fakta dan realitas alamiah yang pada satu sisi keberadaan dan
kehadirannya menunjuk pada fakta dan realitas kehidupan yang ada dan pada sisi lainnya mendukung kelangsungan kehidupan itu sendiri. Unsur-unsur alam berupa benda alam seperti tanah, air, udara, cahaya matahari dan lainnya merupakan pluralitas: fakta dan realitas yang benar dan sungguh menjadi unsur pendukung kehidupan, bahkan tanpa hal tersebut tidak ada kehidupan. Semua hal yang ada dan sedang berlangsung sekarang ini bertumpu pada bumi dan di atas tanah; semua makhluk hidup apapun jenisnya tidak dapat hidup dan tidak dapat mempertahankan kehidupannya tanpa air, udara dan cahaya matahari. Semua unsur benda alam dengan segala keragamannya, ada sebagai bagian dari kehidupan dan sekaligus untuk mendukung kehidupan sendiri. Karena itu semua keragaman benda alam itu ada secara alamiah untuk dirinya sendiri (meskipun masing-masing tidak menyadari keberadaannya untuk diri dan untuk fakta dan realitas lain) dan menjadi bagian integral dari proses alamiah dari kehidupan sekaligus pendukung kehidupan itu sendiri (meskipun juga masing-masing tidak menyadari bahwa fakta dan realitas lain dan terlebih mahkluk hidup membutuhkannya).
Pluralitas adalah fakta dan realitas objektif bagi makhluk hidup pada umumnya dan manusia pada khususnya. Mengapa tidak? Karena makhluk hidup dan manusia hanya dapat hidup dalam kondisi yang objektif dengan tersedianya tanah, air, udara, cahaya, dsbnya, dan dst-dstnya. Makhluk hidup hanya dapat mempertahankan, mengambangkan apalagi memantapkan hidupnya hanya dengan kondisi objektif tersedia dan adanya pluralitas makhluk hidup lain dan manusia. Tidak ada makhluk hidup apapun jenisnya yang tidak membutuhkan makhluk hidup lain baik itu flora dan fauna, terlebih manusia itu sendiri. Hidup hanya akan bertahan bilamana terselenggara dalam pluralitas alamiah dan objektif; hidup hanya akan berkembang bilamana didukung oleh pluralitas alamiah dan objektif; dan hidup hanya akan mantap bilamana dinikmati dalam pluralitas alamiah dan objektif. Manusia dan makhluk hidup tidak pernah hidup dan berkembang di ruang dan waktu yang kosong atau hampa, tanpa pluralitas: fakta dan realitas; manusia hanya dapat hidup dalam pluralitas: fakta dan realitas objektif; dan di sekitar manusia, pasti ada pluralitas objektif.[3]
Di dalam kondisi seperti inilah, peran manusia yang diciptakan Tuhan sebagai “CitraNya” dengan karunia cita, karsa dan rasanya, dapat menempatkan nilai pluralitas alamiah dan objektif itu sebagai pendukung terciptanya harmoni kehidupan di hadapan Tuhan, ditengah umat manusia dan di alam semsta ini. Karen itu dua pokok terakhir ini, terkait dengan nilai teologis pluralitas dalam perspektif Teologi Integrasi.
Realitas ciptaan dan kehendak Tuhan
Teologi pada umumnya dan Teologi Intergarsi pada khususnya selalu mendasarkan
pemahaman teologisnya pada idea alkitabiah. Karena itu pada bagian ini dikemukakan pluralitas dalam konsep Alkitab. Pluralitas adalah ciptaan dan kehendak Tuhan. Konsep ini dikemukakan dengan jelas dan panjang lebar dalam kisah penciptaan dalam Kejadian 1. Meskipun dalam tradisi penulisan kitab Kejadian, penulis kisah penciptaan tersebut, termasuk paling muda dan terakhir dibanding dengan penulis tradisi lain, tetapi karena penulis tradisi P dalam tulisan-tulisannya sangat menekankan penciptaan, transendensi Allah dan monoteisme maka penulis mengangat kisah kejadian 1 sebagai konsep dasar tentang pluralitas yang dikehendaki dan diciptakan Tuhan dalam Alkitab.
Dalam kisah tersebut cukup jelas dan tegas pluralitas itu dikehendaki, direncanakan dan diciptakan Allah. Mulai dari terang dan siang, gelap dan malam, dengan pergantian waktu dan musim yang masing-masing dengan cirikhasnya, langit, darat, air dan laut sampai dengan makhluk hidup, flora dan fauna dengan keragamannya. Dalam pluralitas atau keragaman yang luar biasa banyaknya itu, Allah menciptakan dan menempatkan manusia. Di dalam, di tengah, di antara, di atas dan bahkan dari pluralitas itulah manusia mempertahankan, mengembangkan dan memantapkan hidupnya sebagai “Citra Allah”. Kepada manusia sebagai Citra Allah itupun, diamanatkan untuk beranakcucu dan bertambah banyak, memenuhi, menaklukkan dan menguasai bumi, bahkan untuk kelangsungan hidupnya sendiri, manusia terkait bahkan tergantung dari pluralitas ciptaan Allah.
Allah menciptakan pluralitas supaya setiap unsur ciptaan itu saling memberi sesuai dengan potensinya dan saling menerima sesuai dengan kebutuhannya. Dengan saling memberi dan menerima, maka kehidupan berlangsung dan berkembang terus menerus. Demikian juga manusia, dengan memanfaatkan potensi benda alam, flora dan fauna yang beranekaragam atau yang pluralitas itu, maka ia, manusia dapat mempertahankan, mengambangkan dan memantapkan hidup di tengah alam semesta ini. Berada dan hidup yang paling indah dan paling berarti adalah hidup di tengah pluralitas di atas planit bumi ini.
Bilamana dikembangkan dan diperluas ke arah pluralitas manusiawi maka manusia “Adam” hanya dapat menikmati hidupnya sebagai hidup yang penuh kebahagian, setelah bersama dengan Hawa yang adalah juga ciptaan dan Citra Allah. Demikian juga dengan suku, bahasa, dan budaya manusia adalah ciptaan dan kehendak Allah dalam pengembangan kehidupan manusia sebagai CitraNya (Ban. Kejadian 11).
Dalam konteks sistematis dan historis, bagi gereja-gereja yang terhimpun dalam wadah oikumenis seperti DGD, DGA dan PGI, pemhaman dan pengakuan atas pluralitas dengan wujud apapun yang terkait dengan manusia mendapat perhatian yang cukup berarti. Sedangkan gereja-gereja yang evangelikal-pundamentalis dan pestakostal-khasimatik masih perlu mendapat perhatian sehingga dapat meningkatkan kerjasama dan pelayanan yang komprehensih terhadap dunia dan masyarakat.
Pluralitas dalam Teologi Integrasi
Pemaknaan kata integrasi sudah pasti menunjuk pada paling tidak ada dua pakta dan
realitas yang saling berhadapan yaitu antara aku dan engkau sebagai pribadi bagi manusia dan ini dan itu bagi benda. Aku benar menjadi aku karena ada engkau, dan sebaliknya engkau menjadi engkau karena ada aku. Tanpa salah satunya makna kehadiran aku atau engkau tidak ada. Demikian juga dengan ini dan itu, sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung, ada ini pasti ada itu, ada itu pasti ada ini, meskipun itupun hanya terjadi dalam ide-ide, seperti konsep berpikirnya filsuf klasik Plato.
Karena itu sekecil apapun sesuatu benda alam, flora dan fauna, terlebih manusia dengan segala atribut dan identitasnya, atau dari latarbelakang apapun, semuanya menjadi bagian integral, bagian yang tidak terpisahkan dari pluralitas: fakta dan realitas. Semuanya ada dan hadir sebagai bagian dari hidup dan mendukung hidup sehingga hidup itu sendiri tetap berlangsung dan pada saat yang sama makhluk hidup terlebih manusia dapat mempertahankan, meningkatkan dan memantapkan hidup masing-masing. Khusus bagi manusia, hanya dengan tersedianya pluralitas: fakta dan realitas, manusia tetap dimungkinkan ada, hidup, bekerja dan berkarya, atau seperti dalam bahasa gerejawi dan teologis, maka dengan pluralitas, orang percaya dapat bersekutu, bersaksi dan melayani di tengah dunia dan masyarakat.
Sebagai bagian dari hidup dan pendukung hidup maka pluralitas apapun keragamannya mempunyai “nilai”, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk pihak lain. Nilai adalah kondisi baik kuantitas maupun kualitas yang melekat atau dilekatkan pada sesuatu benda atau manusia. Pada umumnya nilai mengandung unsur positif sehingga selalu diupayakan untuk menjadi bagian dari kehidupan pada umumnya dan kehidupan manusia pada khususnya.
Teologi Intergarasi memberi perhatian yang besar terhadap nilai, sekecil dan sesederhana apapun itu. Karena itu dengan ide yang sama, Kosuke Koyama pernah mengajak untuk melihat dan menghargai sesuatu dalam realitas hidup:
Everything has something more, ... Theology, requires the mind to see something more in the ordinary things. Indeed, we must able to see the power of the Creator himself ... Theology, requires the mind to see something more in...[4]
Iman Kristen dan Teologi perlu mengasah kepekaan untuk menemukan dan memanfaatkan something more itu dan nilai-nilai dalam pluralitas dengan keragamannya. Menemukan berarti mengidentifikasi, mendeskripsi dan kemudian menganalisa pluralitas dalam keragaman masing-masing. Memanfaatkan berarti mengintegrasikan nilai-nilai keragaman ke dalam ruang lingkup hidup bersama. Pengintegrasian dimaksud tidak untuk mengurangi apalagi menghilangkan identitas keragaman dan tidak juga untuk mencampuradukkan sehingga menjadi sama dan seragam. Sebab jika terjadi demikian maka pluralitas hilang, nilai keragaman tidak ada dan itu berarti dinamika antara satu dengan yang lainnya juga hilang dan dengan demikian hidup itu sendiri tidak mungkin berlangsung. Kondisi seperti ini sama dengan apa yang disebut “mati sebelum mati.”
Telah disebutkan di atas bahwa pluralitas adalah kehendak dan ciptaan Tuhan Alah. Jika demikian, dalam setiap unsur yang membentuk pluralitas, ada nilai kehendak dan ciptaan Tuhan Allah. Disinilah tugas Teologi Intergrasi untuk mengidentifikasi, mengdeskripsi dan mengalisis setiap nilai yang terkandung dalam setiap unsur pluralitas. Sudah pasti nilai-nilai itu terkait dengan keberadaan, kedirian dan kehidupan setiap unsur yang bersifat individu dan terkait dengan keberadaan, kedirian dan kehidupan hdup bersama dalam pluralitas. Dalam interaksi dan interelasi pluralitas, diperlukan integrasi nilai yang menjadi perekat dan pengikat hidup bersama. Pengintegrasian ini tidak menghilangkan nilai yang bersifat individu, sebab jika hal ini terjadi maka sekali lagi tidak ada pluralitas. Pluralitas ada karena kehadiran dan keberadaan individu yang dengan identitasnya masing-masing. . Karena itu makin tinggi pengakuan terhadap nilai-nilai individu maka semakin tinggi juga pluralitas berkembang dan sebaliknya. Pluralitas menjadi arena pengembangan hidup dan pengembangan nilai-nilai individu dan pada saat yang sama keberadaan individu dengan nilai-nilainya itu sendirilah yang membentuk dan mengembangkan pluralitas.
Dengan demikian jika ada upaya dari manapun datangnya untuk menyeragamkan keberadaan dan kehidupan setiap unsur dalam pluralitas maka hal itu bukan saja menyangkal keberadaan dan kehidupan yang ada tetapi juga mengabaikan dinamika perkembangan kehidupan itu sendiri. Bahkan lebih jauh dari itu menyangkal kehendak dan ciptaan Tuhan Allah atas alam semsta dan kehidupan di atas planet bumi ini. Hidup yang paling indah adalah hidup yang dikaruniakan Tuhan Allah di atas bumi ini. Yesus datang diam dan tinggal di bumi; hormat dan kemuliaanNya pun diagungkan di atas bumi ini, dan Ia pun berjanji untuk datang kembali ke dunia ini. Nah supaya Ia berkenan datang dan cepat datang maka mari kita benahi arti, makna dan nilai alam semesta yang sedemikian plural ini, kita benahi kehidupan manusia yang sedemikian beragamannya ini sehingga kita kedapatan siap sedia menikmati dan menghayati hidup di tengah pluralitas seperti yang dikehendaki Tuhan Allah pada penciptaan alam semesta dalam kisah kitab Kejadian.
Kesimpulan:
Pluralitas adalah fakta dan realitas alamiah dan objektif yang menunjuk pada hidup itu sendiri. Dan hidup itu ada dan kemudian berkembang dalam dan karena pluralitas. Demikian juga dengan manusia, hidup, bekerja dan berkarya dalam dan karena pluralitas. Di samping itu juga pluralitas adalah kehendak dan ciptaan Than Allah yang di dalamnya ditempatkan manusia untuk hidup dan berkembang.
Karena itu jika ada pihak yang mengabaikan dan menghilangkan pluralitas dengan nilai-nilainya maka bukan saja mengbaikan hidup dan perkembangannnya tetapi juga mengabaikan dan menyangkal kehendak dan karya cipta Allah. Adalah tugas dan tanggungjawab bersama kita manusia sebagai Citra Allah, sebagai anak manusia dan sebagai anak bangsa Indonesia ini, untuk mengintegrasikan nilai-nilai pluralitas dalam pengembangan hidup agar tetap sesuai dengan kehendak dan rencana Tuhan Allah.
[1] Pernah dimuat dalam Jurnal STT INTIM
[2] Penjelasan tentang hakikat, makna dan tujuan Teologi Integrasi, lihat :Siskus Manabung, TEOLOGI INTEGRASI, dalam: Zakaria J. Ngelow, ed. SEBERKAS CAHAYA DI UFUK TIMUR: PEMIKIRAN TEOLOGI DARI MAKASSAR, STT INTIM Makassar, Makassar 2000, hal. 390-404. Band. Gordon R. Lewis and Bruce A. Demarest, INTEGRATIVE THEOLOGY, 3 Vols. Academie Books and Zondervan Publishing House, Grand Rapids MI, 1987.
[3] Sebagai contoh: Indonesia adalah pluralitas: fakta dan realitas. Manusia Indonesia hidup, bekerja dan berkarya dalam pluralitas sedemikian beragamnya seperti suku, ras, agama, budaya, adat, bahasa . Bumi Indonesia ada dalam pluralitas yang sedemikian banyak ragammnya, seperti yang terlihat dala kekayaan alam. Dngan kata lian, Indonesia adalah pluralitas baik dalam diri dan hidup manusianya maupun dalam tanah airnya. T.B. Simatupang, pernah melukiskan pluralitas atau kemajemukan Indonesia, demikian: Secara geografis, Indonesia adalah negeri yang paling terpecah-pecah di kolong langit, yaitu 13.667 pulau-pulaunya. Dari sudut bahasa, budaya, dan agama, ia termasuk negeri yang paling majemuk di dunia: 250 bahasa dan kira-kira 30 kelompok etnis. Masing-masing kelompok itu cukup kuat secara jumlah. Suku Jawa, misalnya,... Dan masing-masing kelompok itu mempunyai kepribadian, bahasa dan agamanya sendiri-sendiri. Kami mempunyai agama-agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen Protestan dan Katolik, dan agama-agama Cina, tentu saja. Sebagian penduduk kami masih animis. Ya, kecuali agama Yahudi, kami mempunyai semua agama besar di bumi ini. T.B. Simatupang, IMAN KRISTEN DAN PANCASILA, Cet. 2, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1985, hal. 3.,Band. Eka Darmaputera, PANCASILA IDENTITAS DAN MODERNITAS TINJAUAN ETIS DAN BUDAYA, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1987, hal. 13 dyb.
[4] Kosuke Koyama, 50 MEDITATIONS, Maryknoll: Orbis, 1979, pp. 16-17.
Rabu, 14 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar